Sabtu, 20 Oktober 2018

ABOUT FIN TECH (Tugas Teknologi SIA)


Nama : Kartika Puspa Sari
NPM :  23216827
Kelas : 3EB12

1.     Definisi FinTech
Fintech berasal dari istilah financial technology atau teknologi finansial. Menurut The National Digital Research Centre(NDRC), fintech merupakan suatu inovasi pada sektor finansial. Tentunya, inovasi finansial ini mendapat sentuhan teknologi modern. Keberadaan fintech diharapkan dapat mendatangkan proses transaksi keuangan yang lebih praktis dan aman. Proses transaksi keuangan ini meliputi proses pembayaran, proses peminjaman uang, transfer, ataupun jual beli saham.
Dari konsep ini, kemudian muncullah startup yang bergerak di bidang fintech.Di berbagai negara, startup fintechtengah menjadi tren terkini. Di Indonesia sendiri, startup fintech juga sudah mulai banyak bermunculan dan diperkirakan akan menjadi tren di tahun 2016 ini. Startup-startup fintech di Indonesia tersebut, misalnya CekAja, UangTeman, Pinjam, CekPremi, Bareksa, Kejora, Doku, Veritrans, Kartuku, adalah beberapa di antaranya. Bahkan, seiring dengan perkembangan startup-startup fintech di Indonesia, September 2015 lalu telah diluncurkan pendirian asosiasi perusahaan teknologi finansial bernama FinTech Indonesia.
Layanan yang diberikan oleh startup fintech pastinya berkaitan dengan finansial.Namun, setiap startup fintechmemiliki fokus yang berbeda-beda.Ada startup yang fokus terhadap bisnis mikro, dengan menyediakan penjualan pulsa, pembayaran tagihan, dan layanan keuangan.Kemudian ada juga startup yang fokus menyediakan payment gateway untuk memudahkan berbagai macam urusan pembayaran. Ada juga startup fintech yang fokus menyediakan produk finansial, seperti kartu kredit, asuransi, dan investasi (ummi: 2016).

2.      Jenis-jenis FinTech di Indonesia
Fintech adalah singkatan dari Financial Technology, yang kemudian kerap diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia menjadi Tekfin (Teknologi Finansial). Fintech sendiri adalah inovasi yang bertujuan menjadi solusi bagi berbagai kebutuhan dan permasalahan finansial yang ada di masyarakat. Dengan adanya berbagai aplikasi fintech yang kini ada, kita sebagai konsumen bisa melakukan berbagai macam transaksi perbankan dengan praktis dan efisien. Sebelum adanya aplikasi fintech, konsumen harus datang langsung ke bank atau ke mesin ATM terdekat untuk melakukan transaksi keuangan. Tapi dengan hadirnya fintech, konsumen bisa dengan mudah mendapatkan semua informasi yang mereka butuhkan dan bertransaksi dengan cepat tanpa perlu beranjak sama sekali dari tempatnya duduk.
Di negara berkembang seperti Indonesia, hadirnya fintech telah membantu masyarakat menyelesaikan berbagai masalah. Berikut beberapa model fintech yang sedang berkembang dan memberikan solusi finansial bagi masyarakat Indonesia:
a)      Crowdfunding atau penggalangan dana secara massal adalah salah satu model fintech yang tengah populer di berbagai negara, termasuk Indonesia. Dengan adanya teknologi ini, orang-orang dapat menggalang dana atau berdonasi untuk suatu inisiatif atau program sosial yang mereka pedulikan. Salah satu contohya adalah penggalangan dana untuk membangun Pesawat R80 yang didesain oleh BJ Habibie. Contoh start-up fintech dengan model crowdfunding yang kini tengah populer di Indonesia adalah KitaBisa.
b)      Microfinancing adalah salah satu layanan fintech yang menyediakan layanan keuangan bagi masyarakat kelas menengah ke bawah untuk membantu kehidupan dan keuangan mereka sehari-hari. Karena masyarakat dari golongan ekonomi ini kebanyakan tidak memiliki akses ke institusi perbankan, maka mereka pun mengalami kesulitan untuk memperoleh modal usaha guna mengembangkan usaha atau mata pencaharian mereka. Startup fintech microfinancing berusaha menjembatani permasalahan tersebut dengan menyalurkan secara langsung modal usaha dari pemberi pinjaman kepada calon peminjam. Sistem bisnis dirancang agar return bernilai kompetitif bagi pemberi pinjaman, namun tetap attainable bagi peminjamnya. Salah satu startup yang bergerak dalam bidang microfinancing ini adalah Amartha yang menghubungkan pengusaha mikro di pedesaan dengan pemodal secara online.
c)       P2P Lending Service, atau lebih dikenal sebagai fintech untuk peminjaman uang. Fintech ini membantu masyarakat yang membutuhkan akses keuangan untuk memenuhi kebutuhan. Dengan fintech ini, konsumen dapat meminjam uang dengan lebih mudah untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidup tanpa harus melalui proses berbelit-belit yang sering ditemui di bank konvensional. Salah satu contoh dari fintech yang bergerak dalam bidang peminjaman uang ini adalah AwanTunai, sebuah startup yang memberikan fasilitas cicilan digital dengan aman dan mudah. AwanTunai sendiri telah teregistrasi di OJK sehingga seluruh transaksi peminjaman di aplikasi ini telah diawasi dan terjamin keamanannya.
d)     Lalu ada fintech Market Comparison atau pembanding pasar. Dengan fintech ini, konsumen dapat membandingkan berbagai macam produk keuangan dari berbagai penyedia jasa keuangan tersebut dari asuransi, KTA, KPR, dan lain-lain. Fintech Market Comparison ini juga dapat berfungsi sebagai perencana finansial. Dengan bantuan fintech ini, penggunanya dapat mendapatkan beberapa pilihan pilihan investasi untuk kebutuhan di masa depan.
e)      Terakhir, ada fintech Digital Payment SystemFintech yang bergerak di bidang ini menyediakan layanan berupa pembayaran semua tagihan seperti pulsa & pascabayar, kartu kredit, atau token listrik PLN. Salah satu contoh fintech yang bergerak dalam digital payment system ini adalah Payfazz yang berbasis keagenan untuk membantu masyarakat Indonesia, terutama mereka yang tidak memiliki akses ke bank, untuk melakukan pembayaran berbagai macam tagihan setiap bulannya.

3.      Sejarah dan Perkembangan FinTech di Indonesia

Perkembangan dunia digital semakin melesat, terlebih di Indonesia. Hal ini berimbas pula pada perkembangan FinTech yang kian menjadi primadona.Kemajuan teknologi menuntut kehidupan masa kini semakin cepat dan praktis. Bermacam jenis aplikasi diciptakan sebagai teknologi yang fungsinya mampu menggantikan berbagai aktivitas manusia. Beberapa tahun belakangan ini, bidang finance technology atau FinTech mengalami perkembangan signifikan. FinTech menempatkan teknologi sebagai dasar bisnis di bidang keuangan. Beberapa produk hasil FinTech telah dinikmati masyarakat, di antaranya : mobile banking, rekening ponsel, bahkan e-banking. FinTech menggunakan teknologi dan software untuk menyediakan layanan finansial yang lebih efisien. Setiap tahun, investasi global terhadap usaha FinTech melaju cepat. Menurut hasil riset yang dilakukan oleh Accenture, pada 2013 investasi global melebihi 4 milyar dollar. Lalu, pada 2014 naik melebihi 12 milyar dollar dan pada 2015 bertambah lagi sekitar 22 milyar dollar.
CIKAL BAKAL FINTECH DI DUNIA

FinTech pertama kali muncul diawali dengan kemajuan teknologi industri. Perkembangan komputer beserta jaringan internet di tahun 1966 membuka peluang besar bagi para pengusaha finansial untuk mengembangkan bisnis secara global.
Di era 80án, bank mulai menggunakan sistem pencatatan data yang mudah diakses melalui jaringan komputer. Dari sinilah, cikal bakal FinTech dimulai dengan munculnya pula back office bank beserta fasilitas permodalan lainnya. Pada tahun 1982, E-Trade membawa FinTech menuju arah yang lebih baik dengan mengizinkan sistem perbankan secara elektronik untuk investor. Model finansial ini semakin ramai digunakan berkat pertumbuhannya pada 1990. Salah satunya karena saham online yang dapat memudahkan investor untuk menanamkan modal.
Tahun 1998 adalah masa ketika bank mulai mengenalkan online banking untuk para nasabahnya. FinTech pun menjadi primadona di masyarakat luas. Pembayaran yang praktis dan jauh berbeda dengan metode pembayaran konvensional membuat perkembangan FinTech semakin gencar. Layanan finansial yang lebih efisien dengan menggunakan teknologi dan software dapat dengan mudah diraih dengan FinTech.

PERKEMBANGAN FINTECH DI INDONESIA

Di Indonesia, bisnis FinTech mulai menjamur. Sebagai contoh adalah Danabijak. Meski masih terbilang anak muda, bank dan regulator sudah siap dan ingin bekerja sama dengan FinTech Indonesia.
Berikut lima alasan FinTech digemari di Indonesia :
o    Proses online biasanya lebih mudah dan cepat. Generasi muda yang lahir di era internet pasti lebih menginginkan solusi cepat bagi permasalahan mereka sehari-hari. FinTech notabene memudahkan persoalan para millenials.
o    Pelaku FinTech Indonesia melihat kesuksesan bisnis berbasis teknologi digital, seperti ojek online. Mereka kemudian merasa terinspirasi membangun usaha digital di bidang keuangan.
o    Penggunaan software, teknologi, dan juga Big Data oleh FinTech. Usaha FinTech juga menggunakan data dari media sosial. Aktivitas media sosial dapat dijadikan salah satu dari analisis risiko.
o    Usaha FinTech dianggap lebih fleksibel dibandingkan dengan bisnis konvensional yang memiliki image lebih kaku.
o    Kebutuhan melakukan transaksi keuangan secara online karena meluasnya penggunaan internet.

FinTech dibentuk guna memberikan solusi bagi masyarakat. Bukan malah merusak usaha. Seharusnya, bank tidak perlu merasa tersaingi. Jadikanlah FinTech sebagai teman kolaborasi yang baik. Kolaborasi antara bank dan FinTech Indonesia justru mampu melebarkan jaringan layanan. Hal ini tentunya juga akan membawa pengaruh positif bagi Indonesia, khususnya bagi penetrasi produk keuangan yang relatif rendah.
Salah satu bisnis FinTech yang sangat menarik perhatian di tahun 2016 adalah e-money. Para pemain lokal dan asing berlomba untuk mendapatkan lisensi dari Bank Indonesia agar bisa menjalankan bisnis tersebut. Sadar jika FinTech punya potensi besar untuk mendukung perekonomian negara, OJK pun berusaha membantu perkembangan FinTech dengan menggelar Festival dan Conference. Hal ini juga diikuti dengan kolaborasi yang dibangun dengan Asosiasi FinTech Indonesia yang berdiri pada tahun 2016.

4.      Meta Analisis
Nama
Judul
Tahun
Metode
Hasil
PSJ Kennedy dan AA Harefa
 Financial Technology , Regulasi Dan Adaptasi Perbankan
Di Indonesia
2018
Metode konstruktif dengan kajian kualitatif.
-) Kehadiran inovasi baru merupakan inovasi disrupsi terhadap pemain pasar yang lama, namun disrupsi inovasi bisa memiliki dampak sebagai ancaman dan juga peluang. Inovasi disrupsi memunculkan fintech pada industri jasa keuangan bukan fenomena yang harus ditakuti dan dijauhi tapi merupakan fenomena yang harus di rangkul untuk meningkatkan pertumbuhan dan kesejahteraan ekonomi.
-) OJK selaku lembaga yang mengawasi sektor keuangan sangat mendukung kehadiran fintech dengan mengeluarkan regulasi POJK Nomor 77/POJK.01/2016. Sebagai regulator, OJK menerbitkan fintech sebagai alternatif pendanaan selain bank, pasar modal dan lembaga pembiayaan. OJK juga mengajak lembaga keuangan khususnya perbankan untuk berkolaborasi dengan perusahaan start-up yang menggarap bisnis fintech .
-) Beberapa bank yang ada di Indonesia telah dan sedang melakukan pembenahan karena adanya fenomena fintech, misalnya Bank Mandiri dan BTPN, fintech tidak bisa dianggap sebagai fenomena yang didiamkan atau bank tutup mata dengan fintech. Tapi kedua bank tersebut mengambil tindakan untuk berkolaborasi dengan pelaku fintech.

Dwi Iga Luhsasi
Penggunaan Game Online Berkategori Causal Sebagai Sarana Pendidikan Literasi Keuangan dan Pengelolaan Keuangan Mahasiswa
2017
Metode deskriptif kuantitatif
Penggunaan game online mempunyai pengaruh terhadap literasi keuangan pada penelitian ini. Artinya, di dalam game online terdapat informasi-informasi yang secara langsung ataupun tidak langsung terkait dengan literasi keuangan. Pengguna game online (dalam penelitian ini adalah mahasiswa Pendidikan Ekonomi FKIP UKSW) telah memahami bahwa dari game online, pengguna dapat mempelajari konsep-konsep literasi keuangan. Walaupun pengguna telah menyadari adanya pengetahuan mengenai literasi keuangan, penggunaan game online tidak memiliki pengaruh terhadap pengelolaan keuangan sehari-hari. Penggunaan game online tidak membuat para penggunanya mengaplikasikannya pada pengelolaan keuangan. Hal ini memungkinkan terdapat faktorfaktor lain yang menyebabkan penggunaan game online tidak mempengaruhi pengelolaan keuangan. Mendari dkk (2013), Mandell (2009), dan Dikria (2016) menemukan bahwa ini disebabkan beberapa faktor yang mengarah pada faktor gaya hidup seseorang. Pemilahan sumber dana, pemilahan kebutuhan, perilaku menabung, dan melakukan perencanaan keuangan merupakan hal-hal yang mendapatkan nilai rendah. Artinya walaupun dalam game online terdapat banyak informasi yang dapat dipelajari, penggunaan game online tidak serta merta mempengaruhi pengelolaan keuangan seseorang. Gaya hidup merupakan faktor yang memiliki kemungkinan besar rendahnya pemilahan sumber dana, pemilahan kebutuhan, perilaku menabung, dan melakukan perencanaan keuangan. Hal inilah yang tidak terekam dalam penelitian. Oleh karena itu akan lebih baik untuk penelitian berikutnya meneliti mengenai penggunaan game online yang dikaitkan dengan gaya hidup dalam pengelolaan keuangan pribadi. Bagi para praktisi diharapkan lebih menerapkan informasiinformasi yang disajikan dalam game online. Harapannya adalah mendapatkan pendidikan literasi keuangan serta mengaplikasikannya dalam pengelolaan keuangan sehari-hari. Adanya penggunaan game online diharapkan tidak hanya sebagai hiburan namun juga dapat menambah pengetahuan khususnya pengelolaan keuangan.
Pipit Buana Sari dan  Handriyani Dwilita
Prospek Financial Technology (Fintech) Di Sumatera Utara Dilihat Dari Sisi Literasi Keuangan, Inklusi Keuangan Dan Kemiskinan
2018
Metode Deskriptif
Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Pemanfaatan digital technologies di Sumatera Utara cukup baik, dilihat dari penggunaan instrument non tunai pada proses pembayaran gaji karyawan negeri maupun swasta, penggunaan kartu elektronik untuk transaksi ekonomi, dan penggunaan uang elektronik (e-money, U-Nik), yang mendukung peningkatan literasi dan inklusi keuangan. Sehingga sangat dimungkinkan tumbuhnya fintech di Sumatera Utara.
2. Indeks literasi keuangan Sumatera Utara berada pada posisi baik bahkan jika dibandingkan indeks literasi keuangan secara nasional. Hal ini tentunya akan mendukung potensi pengembangan fintech di Sumatera Utara.
3. Indeks inklusi keuangan Sumatera Utara menunjukkan sangat baik, bahkan jika dibandingkan indeks inklusi keuangan nasional pada tahun 2016. Terutama dilihat dari literasi keuangan pada sector BPJS. Artinya pemahaman dan praktek keuangan masyarakat Sumatera Utara secara garis besar telah baik dan dapat menjadi pendorong penerapan fintech di Sumatera Utara.
4. Untuk faktor kemiskinan, Sumatera Utara juga cukup baik. Terjadi penurunan jumlah penduduk miskin di daerah pedesaan, walaupun terjadi peningkatan di daerah perkotaan. Namun peningkatan ini tidak signifikan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tingkat kemiskinan belum
menjadi penghambat penerapan fintech di Sumatera Utara baik di daerah pedesaan maupun perkotaan.
Huwaydi, Y., Hakim, M, S., dan Persada, S. F.
Analisis Deskriptif Pengguna Go-Pay di Surabaya
2018
Metode Deskriptif
Analisis deksriptif demografi dalam penelitian ini menunjukkan bahwa pengguna GO-PAY lebih banyak perempuan, hal ini terjadi mungkin karena kebanyakan lakilaki memiliki sendiri kendaraan bermotor. Kelompok usia dalam penelitian ini berada pada generasi Y, karena generasi tersebut sudah biasa akan teknologi. Pendidikan terakhir kebanyakan penggunanya adalah SMA sederajat ini sejalan penemuan berikutnya yang menemukan bahwa pengguna paling banyak dari GO-PAY ini adalah mahasiswa atau pelajar. Pendapatan dalam sebulan juga berada pada rentan Rp 1.000.000,- sampai Rp 3.000.000,-. Ini dikarenakan mahasiswa atau pelajar masih belum memiliki pendapatan sendiri. Penggunaan GO-PAY mayoritas menggunakan GOPAY sebanyak 1-3 kali dalam sebulan dan GO-PAY paling sering digunakan pada layanan GO-FOOD. Jumlah nominal top-up paing banyak ada pada rentan Rp 50.000,- hingga Rp 100.000,- dan media yang paling banyak digunakan oleh user untuk top-up adalah transfer ATM. User biasanya menyisakan saldo pada GO-PAY mereka pada rentan Rp 50.000 kebawah. Sedangkan jika dilihat dari promo, pengguna rata-rata mendapatkan promo dari GO-JEK sebanyak 1-3 kali akan tetapi tidak semua promo yang didapat digunakan.
Aryo Nur Utomo, ST, M.Kom
Rancang Bangun Format Pesan Iso8583 Sistem
Host-To-Host
Untuk
Collection Agent Aggregator
 (Caa) 
Pada Kerjasama Brilink Bank Bri

2017
Metode Deskriptif
Spesifikasi format pesan ISO8583 untuk
host
  CAA  dan  BRI  yang  akan  bertukar
pesan   harus   disepakati   bersama   agar
format   tersebut   dapat   diimplementasi
pada
host
  aplikasi  masing-masing  pihak
sehingga  setiap  pertukaran  data  dalam
format
ISO8583
dapat
berjalan
sebagaimana diharapkan.
Semua   pihak    yang   terlibat   didalam
sistem    harus    berbagi    data/informasi
mengenai  data  apa  yang  akan  diisikan
didalam   hasil   kesepakatan   spesifikasi
format   ISO8583   tersebut.   Kehilangan
data/informasi
yang
diperlukan
menyebabkan
host
  yang  berkomunikasi
akan
tidak
dapat
men-
generate
(
packaging
) data atau mem-
parsing
 data
dengan benar.
Sistem  BRILink  melibatkan  tiga  pihak
yaitu   para   pemilik   loket/agen   (CA),
penyedia     atau     fasilitator     teknologi
informasi   (CAA),   dan   pemilik   fitur
layanan atau biller (BRI).
Ketiga   pihak   dalam   sistem   BRILink
tersebut   berkolaborasi   bersama   untuk
mengembangkan   sistem   aplikasi   yang
dapat  digunakan  bersama  atau  bebagi
pakai oleh masyarakat luas.


                                                                        
Referensi :
Kennedy, PSJ., dan Harefa, AA. 2018. Financial Technology , Regulasi Dan Adaptasi Perbankan Di Indonesia. Volume 3 No.1  2018 : Hal.10

Iga,Lushari Dwi., 2017. Penggunaan Game Online Berkategori Causal Sebagai Sarana Pendidikan Literasi Keuangan dan Pengelolaan Keuangan Mahasiswa

Huwaydi, Y., Hakim, M, S., 2018. dan Persada, S. F. Analisis Deskriptif Pengguna Go-Pay di Surabaya. Vol. 7, No. 1 (2018) 2337-3520 : Hal 4
Aryo Nur Utomo, ST, M.Kom. 2017, Rancang Bangun Format Pesan Iso8583 Sistem
Host-To-Host Untuk Collection Agent Aggregator (Caa)  Pada Kerjasama Brilink Bank Bri. Jurnal Rekayasa Informasi, Vol. 6. No.2, Oktober 2017 : Hal. 63

Pipit Buana Sari dan  Handriyani Dwilita. 2018. Prospek Financial Technology (Fintech) Di Sumatera Utara Dilihat Dari Sisi Literasi Keuangan, Inklusi Keuangan Dan Kemiskinan. Kajian Akuntansi PP09-17 : Hal. 17

Senin, 25 Juni 2018

POSTER TENTANG ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN TIDAK SEHAT


"ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN TIDAK SEMPURNA"


Dibuat Oleh :

Kartika Puspa Sari (23216827)
Dewi Tri Astuti (21216909)
Dhiya Sekarini (21216948)



Rabu, 25 April 2018

Kasus Hotel kartika

ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI
Perkara Hotel Kartika ditinjau dari UUD No 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan penyelesaian masalah.


Disusun oleh :

Kartika Puspa Sari (23216827)
Dewi Tri Astuti (21216909)
Dhiya Sekarin(21216948)

2EB12

Universitas Gunadarma
2018

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan berkat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah Aspek Hukum Dalam Ekonomi yang berjudul perlindungan konsumen.
Harapan kami makalah ini dapat meningkatkan pemahaman dalam mempelajari ilmu aspek hukum dalam ekonomi terutama dalam materi pengertian konsumen, azas dan tujuannya, hak dan kewajiban konsumen, perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha, klausula baku dalam perjanjian, tanggung jawab pelaku usaha, sanksi.  Apabila terdapat kesalahan dan kekurangan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja mohon dimaklumi dan dimaafkan karena kami masih dalam tahap pembelajaran.
Kami menyadari bahwa makalah ini tidaklah sempurna, oleh karena itu kami menerima kritikan dan saran yang membangun dari pembaca. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Atas perhatian dan kesempatan serta bimbingan yang telah diberikan Dosen Aspek Hukum Dalam Ekonomi ibu Tuti Eka Asmarini, kami ucapkan terima kasih.

Jakarta, 25 April 2018


Penyusun     


PEMBAHASAN


• Kasus Sengketa
Pencabutan izin investasi yang telah diberikan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) terhadap AMCO untuk pengelolaan Hotel Kartika Plaza, yang semula diberikan untuk jangka waktu 30 tahun. Namun BKPM mencabut izin investasi tersebut ketika baru memasuki tahun ke 9.
Mengenai Perkara Hotel Kartika ditinjau dari undang-undang nomor 30 tahun 1999 tentang arbitrase dan penyelesaian masalah.


Bab I  Duduk Perkara ( Kasus  Posisi )

Kasus posisi semula, Kartika Plaza, hotel berbintang empat dan berkamar 370 buah itu milik PT Wisma Kartika, anak perusahaan Induk Koperasi Angkatan Darat (Inkopad).
Pada 1968, Wisma Kartika menandatangani kerja sama dengan Amco Asia, dan melahirkan Amco Indonesia. Waktu itu, Amco Asia setuju membangun Kartika Plaza  dengan modal US$ 4 juta. Kemudian kedua pihak membuat perjanjian pembagian  keuntungan dan kontrak manajemen Kartika Plaza. Amco Indonesia akan mengelola hotel itu, dan menyetorkan separuh keuntungan kepadaWisma Kartika.
Tapi kerja sama itu, yang mestinya berakhir pada 1999, retak di tengah jalan.Kedua pihak bertikai soal keuntungan dan modal yang harus disetor keuntungan dan modal yang harus disetor.
Puncaknya, pada Maret 1980 pada Maret 1980, Wisma Kartika mengambil alih pengelolaanAmco Indonesia dinilai pimpinan Wisma Kartika telah "salah urus" dan melakukan kecurangan keuangan.Amco Indonesia tak bisa menerima "kudeta" itu. Perusahaan tersebut mengaku sudah menanam dana untuk Kartika Plaza hamper  US$ 5 juta. Kecuali itu,Amco Indonesia juga menyatakan bahwa mereka, sejak 1969, telah menyetorkan keuntungan kepada Wisma Kartika sebanyak Rp 400juta. Begitu pula pembagian keuntungan untuk Wisma Kartika pada1979, sebesar Rp 35 juta, sudah dibayarkan.
Pada Juli 1980 Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencabut izin usaha AmcoIndonesia karena mereka dinilai tidak memenuhi kewajiban permodalan.,yang seharusnya menanam modal US$ 4 juta, kenyataannya cuma menyetor sekitar US$1,4 juta.


Bab II  Hasil Putusan (Mediasi)

Ketiga badan hukum tersebut diatas, telah mengajukan permintaan kepada Mahkamah Arbitrase ICSID bahwa Pemerintah Republik Indonesia dalam hal ini diwakili oleh badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) telah dirugikan dan diperlakukan secara tidak wajar sehubungan dengan pelaksanaan penanaman modal asing di Indonesia. Pemerintah Indonesia c.q BKPM telah melakukan pencabutan lisensi penanaman modal asing secara sepihak tanpa adanya pemberitahuan terlebih dahulu sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati oleh kedua belah pihak.
Kasus sengketa antara Pemerintah Indonesia dalam perkara Hotel Kartika Plaza Indonesia telah diputus dalam tingkat pertama oleh lembaga ICSID yang putusannya berisikan bahwa Pemerintah Indonesia telah dinyatakan melakukan pelanggaran baik terhadap ketentuan hukum internasional maupun hukum Indonesia sendiri, dimana Pemerintah Indonesia yang diwakili oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) telah melakukan pencabutan lisensi penanaman modal asing yang dilakukan oleh para investor asing seperti AMCO Asia Corporation, Pan America Development dan PT. Amco Indonesia. dengan arbiter Isl Foighel dari Danish dan Edward W. Rubin dari kanada.
Dalam tingkat kedua yang merupakan putusan panitia adhoc ICSID sebagai akibat dari permohonan Pemerintah Indonesia untuk membatalkan putusan (annulment) tingkat pertama yang berisikan bahwa Pemerintah Indonesia dianggap benar serta sesuai dengan hukum Indonesia untuk melakukan pencabutan lisensi atau izin penanaman modal asing dan tidak diwajibkan untuk membayar ganti kerugian atas putusan tingkat pertama, namun Pemerintah Indonesia tetap diwajibkan untuk membayar biaya kompensasi ganti kerugian atas perbuatannya main hakim sendiri (illegal selfhelp) terhadap penanaman modal asing dengan arbiter   Florentio P. Feliciano dari filipina dan Andrea Giardina dari kanada.
Putusan tingkat ketiga oleh ICSID pada pokoknya berisikan bahwa Indonesia tetap dikenakan kewajiban pembayaran terhadap kerugian yang ditimbulkan akibat pencabutan lisensi atau izin penanaman modal asing kepada pihak investor yaitu sebesar US $ 3.200.000 pada tingkat pertama dengan arbiter   Arghyrio A. Fatouros dari greek dan Dietrich dari swiss.
Dalam sengketa ini, persyaratan untuk menyerahkan penyelesaian sengketa kepada ICSID telah terpenuhi, yaitu:
1.      para pihak telah sepakat untuk mengajukan sengketanya pada ICSID, hal ini tercantum dalam salahsatu klausul dalam perjanjian antara Indonesia dan Amco Asia
2.      keduabelah pihak yang bersengketa , yaitu Indonesia dan Amco Asia merupakan pihak yang telah menandatangani konvensi
3.      sengketa antara  Indonesia dan Amco asia ini merupakan sengketa penanaman modal (investasi)

Bab III  Hasil Arbitrase
Sehubungan dengan putusan tersebut dengan ini akan mengkaji/meninjau dari ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999, antara lain sebagai berikut :
1. Putusan Arbitrase Bertindak Seperti Putusan Peradilan Umum.
Dalam pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 dengan tegas dnyatakan “Sengketa atau beda pendapat perdata dapat diselesaikan oleh para pihak melalui alternatif penyelesaian sengketa yang didasrkan pada itikad baik dengan mengesampingkan penyelesaian secara litigasi di pengadilan negeri”.
Dalam putusan arbitrase baik dalam tahun 1980 s/d 1990 didalam memberikan putusannya seakan-akan memutus seperti pemeriksaan di Peradilan Umum saja dengan mencari siapa yang bersalah dan melanggar hukum. Padahal sesuai dengan ketentuan jelas bahwa putusan tersebut diputus dengan itikad baik dan mengesampikan penyelesaian secara litigasi seperti di Pengadilan, namun dalam putusan arbitrase tersebut telah bertindak seperti proses litigasi berpekara di pengadilan tetapi seharusnya putusan tersebut harus memperhatikan segi ekonominya dengan memutus secara menguntungkan kedua belah pihak dan bukannya menghukum salah satu pihak.
2. Putusan Arbitrase Melampaui Batas Yang Ditentukan Dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999.
Dalam pasal 48 ayat () Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 dengan tegas dnyatakan “Pemeriksaan atas sengketa harus diselesaikan dalam waktu paling lama 180 hari sejak arbiter atau majelis arbitrase terbebtuk.”. Putusan Arbitrase ini kalau dilihat dari kurun waktunya diputus kurang lebih selama ± 12 tahun, hal ini jelas bertentangan dengan Pasal 48 ayat (1) undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 yang telah memberi batasan 180 hari untuk penyelesaiannya,namun dilihat dari faktanya putusan ini lebih dari 180 hari dan banyak memakan waktu yang relatif lama.
3. Pengkajian Ulang Atas Pelaksanaan Putusan Arbitrase Ke Pengadilan Negeri Jakarta. Dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 di Bagian Kedua Arbitrase Internasional dinyatakan :
Pasal 65 :
“Yang berwenang menangani masalah pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase internasional adalah pengadilan negeri Jakarta Pusat”.
Pasal 66
“Putusan arbitrase internasional hanya diakui serta dapat dilaksanakan di wilayah hukum republik Indonesia,apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
Huruf b:
“Putusan arbitrase internasional sebagaimana dimaksud dalam huruf a terbatas pada putusan yang menurut ketentuan hukum Indonesia termasuk dalam ruang lingkup hukum perdagangan”.
Huruf c:
“Putusan arbitrase internasional sebagaimana dimaksud dalam huruf a hanya dapat dilaksanakan di Indonesia terbatas pada putusan yang tidak bertentangan dengan ketertiban umum.
Huruf d :
“Putusan arbitrase internasional dapat dilaksanakan di Indonesia setelah memperoleh eksekuatur dari ketua pengadilan negeri Jakarta Pusat”.
Dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 jelas dinyatakan bahwa Pengadilan Negeri Jakarta Pusat adalah pihak pelaksana putusan yang mengakui dan melaksanakan putusan arbitrasi internasional dan Putusan arbitrase internasional dapat dilaksanakan di Indonesia setelah memperoleh eksekuatur dari ketua pengadilan negeri Jakarta Pusat.

Berdasarkan pada ketentuan pasal 66 huruf b, c dan d, maka Pemerintah R.I. dapat meminta kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memberikan eksekuaturnya dapat meminta kepada Ketua Pengadilan Negeri bahwa putusan tersebut kurang memperhatikan hukum Indonesia yang mana hal tersebut disyaratkan di dalam Pasal 52 Konvensi ICSID dan telah termaktub dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1968 (yang mengesahkan konvesi ICSID untuk Indonesia). Oleh karena itu nantinya Pengadilan Negeri Jakarta Pusat hanya akan melaksanakan yang sesuai dengan ketentuan hukum dan ketertiban umum yang sesuai dengan ketentuan hukum di Indonesia.

KESIMPULAN
Dengan melihat penyelesaian kasus sengketa penanaman modal asing antara Pemerintah Indonesia c.q BKPM dengan PT AMCO Limited melalui “legal dispute” pencabutan lisensi atau izin penanaman modal asing oleh Pemerintah Indonesia c.q BKPM maka yang perlu mendapat perhatian bagaimana proses beracara melalui arbitrase yang menurut teori dapat dilalui dengan cepat dan hasilnya memuaskan kedua belah pihak, namun dalam praktik seperti pada contoh kasus ini menghabiskan waktu sekitar 9 tahun lamanya.
Namun dalam putusan tingkat ketiga Dewan Arbitrase ICSID dapat diambil suatu pelajaran yang sangat bermanfaat bilamana berhadapan dengan pihak penanaman modal asing bahwa lisensi atau izin yang telah diberikan sedapat mungkin dihindari pencabutannya. Kemudian bilamana terjadi sengketa antara partner lokal dengan pihak penanam modal asing, pihak pemerintah sebaiknya tidak ikut campur dan mengambil tindakan – tindakan yang mengarah kepada pencabutan lisensi atau izin penanaman modal asing itu

Referensi :
https://binatangpoerba.wordpress.com/2011/10/13/analisa-terhadap-putusan-arbitrase-mengenai-perkara-hotel-kartika-plaza-di-tinjau-dari-undang-undang-nomor-30-tahun-1999-tentang-arbitrase-dan-penyelesaian-masalah/

BAB 13 PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA

Nama : Kartika Puspa Sari NPM : 23216827 Kelas : 4EB12 PILIHAN GANDA 1.       Pemutusan hubungan kerja (PHK) adalah pengakhiran hubun...