Nama : Kartika Puspa Sari
NPM : 23216827
Kelas : 3EB12
1. Definisi FinTech
Fintech berasal dari
istilah financial technology atau teknologi finansial.
Menurut The National Digital Research Centre(NDRC), fintech
merupakan suatu inovasi pada sektor finansial. Tentunya, inovasi finansial ini
mendapat sentuhan teknologi modern. Keberadaan fintech diharapkan
dapat mendatangkan proses transaksi keuangan yang lebih praktis dan aman.
Proses transaksi keuangan ini meliputi proses pembayaran, proses peminjaman
uang, transfer, ataupun jual beli saham.
Dari konsep ini, kemudian
muncullah startup yang bergerak di bidang fintech.Di berbagai
negara, startup fintechtengah menjadi tren terkini. Di Indonesia
sendiri, startup fintech juga sudah mulai banyak bermunculan
dan diperkirakan akan menjadi tren di tahun 2016 ini. Startup-startup
fintech di Indonesia tersebut, misalnya CekAja, UangTeman, Pinjam,
CekPremi, Bareksa, Kejora, Doku, Veritrans, Kartuku, adalah beberapa di
antaranya. Bahkan, seiring dengan perkembangan startup-startup fintech di
Indonesia, September 2015 lalu telah diluncurkan pendirian asosiasi perusahaan
teknologi finansial bernama FinTech Indonesia.
Layanan yang diberikan oleh startup
fintech pastinya berkaitan dengan finansial.Namun, setiap startup
fintechmemiliki fokus yang berbeda-beda.Ada startup yang fokus terhadap
bisnis mikro, dengan menyediakan penjualan pulsa, pembayaran tagihan, dan
layanan keuangan.Kemudian ada juga startup yang fokus
menyediakan payment gateway untuk memudahkan berbagai macam
urusan pembayaran. Ada juga startup fintech yang fokus menyediakan
produk finansial, seperti kartu kredit, asuransi, dan investasi (ummi: 2016).
2. Jenis-jenis FinTech di Indonesia
Fintech adalah singkatan dari Financial
Technology, yang kemudian kerap diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia
menjadi Tekfin (Teknologi Finansial). Fintech sendiri adalah
inovasi yang bertujuan menjadi solusi bagi berbagai kebutuhan dan permasalahan
finansial yang ada di masyarakat. Dengan adanya berbagai aplikasi fintech yang
kini ada, kita sebagai konsumen bisa melakukan berbagai macam transaksi
perbankan dengan praktis dan efisien. Sebelum adanya aplikasi fintech,
konsumen harus datang langsung ke bank atau ke mesin ATM terdekat untuk
melakukan transaksi keuangan. Tapi dengan hadirnya fintech,
konsumen bisa dengan mudah mendapatkan semua informasi yang mereka butuhkan dan
bertransaksi dengan cepat tanpa perlu beranjak sama sekali dari tempatnya
duduk.
Di negara berkembang seperti Indonesia, hadirnya fintech telah
membantu masyarakat menyelesaikan berbagai masalah. Berikut beberapa
model fintech yang sedang berkembang dan memberikan solusi
finansial bagi masyarakat Indonesia:
a) Crowdfunding atau penggalangan dana secara massal
adalah salah satu model fintech yang tengah populer di
berbagai negara, termasuk Indonesia. Dengan adanya teknologi ini, orang-orang
dapat menggalang dana atau berdonasi untuk suatu inisiatif atau program sosial
yang mereka pedulikan. Salah satu contohya adalah penggalangan dana untuk
membangun Pesawat R80 yang didesain oleh BJ Habibie. Contoh start-up
fintech dengan model crowdfunding yang kini tengah
populer di Indonesia adalah KitaBisa.
b) Microfinancing adalah salah satu
layanan fintech yang menyediakan layanan keuangan bagi
masyarakat kelas menengah ke bawah untuk membantu kehidupan dan keuangan mereka
sehari-hari. Karena masyarakat dari golongan ekonomi ini kebanyakan tidak
memiliki akses ke institusi perbankan, maka mereka pun mengalami kesulitan
untuk memperoleh modal usaha guna mengembangkan usaha atau mata pencaharian
mereka. Startup fintech microfinancing berusaha menjembatani
permasalahan tersebut dengan menyalurkan secara langsung modal usaha dari pemberi
pinjaman kepada calon peminjam. Sistem bisnis dirancang agar return bernilai
kompetitif bagi pemberi pinjaman, namun tetap attainable bagi
peminjamnya. Salah satu startup yang bergerak dalam
bidang microfinancing ini adalah Amartha yang
menghubungkan pengusaha mikro di pedesaan dengan pemodal secara online.
c) P2P Lending Service, atau lebih dikenal sebagai fintech untuk
peminjaman uang. Fintech ini membantu masyarakat yang
membutuhkan akses keuangan untuk memenuhi kebutuhan. Dengan fintech ini,
konsumen dapat meminjam uang dengan lebih mudah untuk memenuhi berbagai
kebutuhan hidup tanpa harus melalui proses berbelit-belit yang sering ditemui
di bank konvensional. Salah satu contoh dari fintech yang
bergerak dalam bidang peminjaman uang ini adalah AwanTunai, sebuah startup yang memberikan fasilitas cicilan digital dengan aman dan
mudah. AwanTunai sendiri telah teregistrasi di OJK sehingga seluruh transaksi
peminjaman di aplikasi ini telah diawasi dan terjamin keamanannya.
d) Lalu ada fintech Market
Comparison atau pembanding pasar. Dengan fintech ini,
konsumen dapat membandingkan berbagai macam produk keuangan dari berbagai
penyedia jasa keuangan tersebut dari asuransi, KTA, KPR, dan lain-lain. Fintech Market
Comparison ini juga dapat berfungsi sebagai perencana finansial.
Dengan bantuan fintech ini, penggunanya dapat mendapatkan
beberapa pilihan pilihan investasi untuk kebutuhan di masa depan.
e) Terakhir, ada fintech Digital
Payment System. Fintech yang bergerak di bidang ini
menyediakan layanan berupa pembayaran semua tagihan seperti pulsa &
pascabayar, kartu kredit, atau token listrik PLN. Salah satu contoh fintech yang
bergerak dalam digital payment system ini adalah Payfazz yang
berbasis keagenan untuk membantu masyarakat Indonesia, terutama mereka yang
tidak memiliki akses ke bank, untuk melakukan pembayaran berbagai macam tagihan
setiap bulannya.
3.
Sejarah
dan Perkembangan FinTech di Indonesia
Perkembangan dunia digital
semakin melesat, terlebih di Indonesia. Hal ini berimbas pula pada perkembangan
FinTech yang kian menjadi primadona.Kemajuan teknologi menuntut kehidupan masa
kini semakin cepat dan praktis. Bermacam jenis aplikasi diciptakan sebagai
teknologi yang fungsinya mampu menggantikan berbagai aktivitas manusia.
Beberapa tahun belakangan ini, bidang finance
technology atau FinTech mengalami
perkembangan signifikan. FinTech menempatkan teknologi sebagai dasar bisnis di
bidang keuangan. Beberapa produk hasil FinTech telah dinikmati masyarakat, di
antaranya : mobile banking, rekening ponsel, bahkan e-banking. FinTech
menggunakan teknologi dan software untuk menyediakan layanan finansial yang lebih efisien.
Setiap tahun, investasi global terhadap usaha FinTech melaju cepat. Menurut
hasil riset yang dilakukan oleh Accenture, pada 2013 investasi global melebihi
4 milyar dollar. Lalu, pada 2014 naik melebihi 12 milyar dollar dan pada 2015
bertambah lagi sekitar 22 milyar dollar.
CIKAL BAKAL FINTECH DI DUNIA
FinTech pertama kali muncul diawali dengan kemajuan
teknologi industri. Perkembangan komputer beserta jaringan internet di tahun
1966 membuka peluang besar bagi para pengusaha finansial untuk mengembangkan
bisnis secara global.
Di era 80án, bank mulai menggunakan sistem
pencatatan data yang mudah diakses melalui jaringan komputer. Dari sinilah,
cikal bakal FinTech dimulai dengan munculnya pula back office bank
beserta fasilitas permodalan lainnya. Pada tahun 1982, E-Trade membawa FinTech
menuju arah yang lebih baik dengan mengizinkan sistem perbankan secara
elektronik untuk investor. Model finansial ini semakin ramai digunakan berkat
pertumbuhannya pada 1990. Salah satunya karena saham online yang dapat
memudahkan investor untuk menanamkan modal.
Tahun 1998 adalah masa
ketika bank mulai mengenalkan online
banking untuk para nasabahnya.
FinTech pun menjadi primadona di masyarakat luas. Pembayaran yang praktis dan
jauh berbeda dengan metode pembayaran konvensional membuat perkembangan FinTech
semakin gencar. Layanan finansial yang lebih efisien dengan menggunakan
teknologi dan software dapat dengan mudah diraih dengan FinTech.
PERKEMBANGAN FINTECH DI
INDONESIA
Di
Indonesia, bisnis FinTech mulai menjamur. Sebagai contoh adalah Danabijak.
Meski masih terbilang anak muda, bank dan regulator sudah siap dan ingin
bekerja sama dengan FinTech Indonesia.
Berikut
lima alasan FinTech digemari di Indonesia :
o
Proses online biasanya lebih mudah dan cepat. Generasi
muda yang lahir di era internet pasti lebih menginginkan solusi cepat bagi
permasalahan mereka sehari-hari. FinTech notabene memudahkan persoalan para
millenials.
o Pelaku FinTech Indonesia
melihat kesuksesan bisnis berbasis teknologi digital, seperti ojek online. Mereka kemudian merasa terinspirasi
membangun usaha digital di bidang keuangan.
o Penggunaan software, teknologi, dan juga Big Data oleh
FinTech. Usaha FinTech juga menggunakan data dari media sosial. Aktivitas media
sosial dapat dijadikan salah satu dari analisis risiko.
o Usaha FinTech dianggap lebih
fleksibel dibandingkan dengan bisnis konvensional yang memiliki image lebih kaku.
o Kebutuhan melakukan transaksi
keuangan secara online karena meluasnya
penggunaan internet.
FinTech dibentuk guna memberikan solusi bagi masyarakat.
Bukan malah merusak usaha. Seharusnya, bank tidak perlu merasa tersaingi.
Jadikanlah FinTech sebagai teman kolaborasi yang baik. Kolaborasi antara bank
dan FinTech Indonesia justru mampu melebarkan jaringan layanan. Hal ini
tentunya juga akan membawa pengaruh positif bagi Indonesia, khususnya bagi
penetrasi produk keuangan yang relatif rendah.
Salah satu bisnis FinTech yang sangat menarik
perhatian di tahun 2016 adalah e-money. Para pemain lokal dan asing berlomba untuk mendapatkan
lisensi dari Bank Indonesia agar bisa menjalankan bisnis tersebut. Sadar jika
FinTech punya potensi besar untuk mendukung perekonomian negara, OJK pun
berusaha membantu perkembangan FinTech dengan menggelar Festival dan
Conference. Hal ini juga diikuti dengan kolaborasi yang dibangun dengan
Asosiasi FinTech Indonesia yang berdiri pada tahun 2016.
4.
Meta Analisis
|
Nama
|
Judul
|
Tahun
|
Metode
|
Hasil
|
|
PSJ Kennedy dan AA Harefa
|
Financial Technology , Regulasi
Dan Adaptasi Perbankan
Di
Indonesia
|
2018
|
Metode
konstruktif dengan kajian kualitatif.
|
-) Kehadiran inovasi baru
merupakan inovasi disrupsi terhadap pemain pasar yang lama, namun disrupsi
inovasi bisa memiliki dampak sebagai ancaman dan juga peluang. Inovasi
disrupsi memunculkan fintech pada industri jasa keuangan bukan
fenomena yang harus ditakuti dan dijauhi tapi merupakan fenomena yang harus
di rangkul untuk meningkatkan pertumbuhan dan kesejahteraan ekonomi.
-) OJK selaku lembaga yang
mengawasi sektor keuangan sangat mendukung kehadiran fintech dengan
mengeluarkan regulasi POJK Nomor 77/POJK.01/2016. Sebagai regulator, OJK
menerbitkan fintech sebagai alternatif pendanaan selain bank, pasar
modal dan lembaga pembiayaan. OJK juga mengajak lembaga keuangan khususnya
perbankan untuk berkolaborasi dengan perusahaan start-up yang
menggarap bisnis fintech .
-) Beberapa bank yang ada di
Indonesia telah dan sedang melakukan pembenahan karena adanya fenomena fintech,
misalnya Bank Mandiri dan BTPN, fintech tidak bisa dianggap sebagai
fenomena yang didiamkan atau bank tutup mata dengan fintech. Tapi kedua
bank tersebut mengambil tindakan untuk berkolaborasi dengan pelaku fintech.
|
|
Dwi
Iga Luhsasi
|
Penggunaan
Game Online Berkategori Causal Sebagai Sarana Pendidikan Literasi Keuangan
dan Pengelolaan Keuangan Mahasiswa
|
2017
|
Metode
deskriptif kuantitatif
|
Penggunaan
game online mempunyai pengaruh terhadap literasi keuangan pada penelitian
ini. Artinya, di dalam game online terdapat informasi-informasi yang secara
langsung ataupun tidak langsung terkait dengan literasi keuangan. Pengguna
game online (dalam penelitian ini adalah mahasiswa Pendidikan Ekonomi FKIP
UKSW) telah memahami bahwa dari game online, pengguna dapat mempelajari
konsep-konsep literasi keuangan. Walaupun pengguna telah menyadari adanya
pengetahuan mengenai literasi keuangan, penggunaan game online tidak memiliki
pengaruh terhadap pengelolaan keuangan sehari-hari. Penggunaan game online
tidak membuat para penggunanya mengaplikasikannya pada pengelolaan keuangan.
Hal ini memungkinkan terdapat faktorfaktor lain yang menyebabkan penggunaan
game online tidak mempengaruhi pengelolaan keuangan. Mendari dkk (2013),
Mandell (2009), dan Dikria (2016) menemukan bahwa ini disebabkan beberapa
faktor yang mengarah pada faktor gaya hidup seseorang. Pemilahan sumber dana,
pemilahan kebutuhan, perilaku menabung, dan melakukan perencanaan keuangan
merupakan hal-hal yang mendapatkan nilai rendah. Artinya walaupun dalam game
online terdapat banyak informasi yang dapat dipelajari, penggunaan game
online tidak serta merta mempengaruhi pengelolaan keuangan seseorang. Gaya
hidup merupakan faktor yang memiliki kemungkinan besar rendahnya pemilahan
sumber dana, pemilahan kebutuhan, perilaku menabung, dan melakukan
perencanaan keuangan. Hal inilah yang tidak terekam dalam penelitian. Oleh
karena itu akan lebih baik untuk penelitian berikutnya meneliti mengenai
penggunaan game online yang dikaitkan dengan gaya hidup dalam pengelolaan keuangan
pribadi. Bagi para praktisi diharapkan lebih menerapkan informasiinformasi
yang disajikan dalam game online. Harapannya adalah mendapatkan pendidikan
literasi keuangan serta mengaplikasikannya dalam pengelolaan keuangan
sehari-hari. Adanya penggunaan game online diharapkan tidak hanya sebagai
hiburan namun juga dapat menambah pengetahuan khususnya pengelolaan keuangan.
|
|
Pipit Buana Sari dan Handriyani Dwilita
|
Prospek Financial Technology
(Fintech) Di Sumatera Utara Dilihat Dari Sisi Literasi Keuangan, Inklusi
Keuangan Dan Kemiskinan
|
2018
|
Metode Deskriptif
|
Adapun kesimpulan dari penelitian
ini adalah sebagai berikut :
1.
Pemanfaatan digital technologies di Sumatera Utara cukup baik, dilihat
dari penggunaan instrument non tunai pada proses pembayaran gaji
karyawan negeri maupun swasta, penggunaan kartu elektronik untuk transaksi
ekonomi, dan penggunaan uang elektronik (e-money, U-Nik), yang
mendukung peningkatan literasi dan inklusi keuangan. Sehingga sangat
dimungkinkan tumbuhnya fintech di Sumatera Utara.
2. Indeks
literasi keuangan Sumatera Utara berada pada posisi baik bahkan jika dibandingkan
indeks literasi keuangan secara nasional. Hal ini tentunya akan mendukung
potensi pengembangan fintech di Sumatera Utara.
3. Indeks
inklusi keuangan Sumatera Utara menunjukkan sangat baik, bahkan jika
dibandingkan indeks inklusi keuangan nasional pada tahun 2016. Terutama
dilihat dari literasi keuangan pada sector BPJS. Artinya pemahaman dan
praktek keuangan masyarakat Sumatera Utara secara garis besar telah baik dan
dapat menjadi pendorong penerapan fintech di Sumatera Utara.
4. Untuk faktor kemiskinan,
Sumatera Utara juga cukup baik. Terjadi penurunan jumlah penduduk miskin di
daerah pedesaan, walaupun terjadi peningkatan di daerah perkotaan. Namun
peningkatan ini tidak signifikan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tingkat
kemiskinan belum
menjadi penghambat penerapan fintech
di Sumatera Utara baik di daerah pedesaan maupun perkotaan.
|
|
Huwaydi,
Y., Hakim, M, S., dan Persada, S. F.
|
Analisis Deskriptif Pengguna Go-Pay di
Surabaya
|
2018
|
Metode
Deskriptif
|
Analisis deksriptif demografi dalam
penelitian ini menunjukkan bahwa pengguna GO-PAY lebih banyak perempuan, hal
ini terjadi mungkin karena kebanyakan lakilaki memiliki sendiri kendaraan
bermotor. Kelompok usia dalam penelitian ini berada pada generasi Y, karena
generasi tersebut sudah biasa akan teknologi. Pendidikan terakhir kebanyakan
penggunanya adalah SMA sederajat ini sejalan penemuan berikutnya yang
menemukan bahwa pengguna paling banyak dari GO-PAY ini adalah mahasiswa atau
pelajar. Pendapatan dalam sebulan juga berada pada rentan Rp 1.000.000,-
sampai Rp 3.000.000,-. Ini dikarenakan mahasiswa atau pelajar masih belum
memiliki pendapatan sendiri. Penggunaan GO-PAY mayoritas menggunakan GOPAY
sebanyak 1-3 kali dalam sebulan dan GO-PAY paling sering digunakan pada
layanan GO-FOOD. Jumlah nominal top-up paing banyak ada pada rentan Rp
50.000,- hingga Rp 100.000,- dan media yang paling banyak digunakan oleh user
untuk top-up adalah transfer ATM. User biasanya menyisakan saldo pada GO-PAY
mereka pada rentan Rp 50.000 kebawah. Sedangkan jika dilihat dari promo,
pengguna rata-rata mendapatkan promo dari GO-JEK sebanyak 1-3 kali akan
tetapi tidak semua promo yang didapat digunakan.
|
|
Aryo Nur Utomo, ST,
M.Kom
|
Rancang Bangun Format Pesan
Iso8583 Sistem
Host-To-Host
Untuk
Collection Agent Aggregator
(Caa)
Pada Kerjasama Brilink Bank Bri
|
2017
|
Metode Deskriptif
|
Spesifikasi format pesan ISO8583 untuk
host
CAA dan
BRI yang akan
bertukar
pesan
harus disepakati bersama
agar
format
tersebut dapat diimplementasi
pada
host
aplikasi masing-masing pihak
sehingga
setiap pertukaran data
dalam
format
ISO8583
dapat
berjalan
sebagaimana diharapkan.
Semua pihak yang
terlibat didalam
sistem
harus berbagi data/informasi
mengenai
data apa yang
akan diisikan
didalam
hasil kesepakatan spesifikasi
format
ISO8583 tersebut. Kehilangan
data/informasi
yang
diperlukan
menyebabkan
host
yang berkomunikasi
akan
tidak
dapat
men-
generate
(
packaging
) data atau mem-
parsing
data
dengan benar.
Sistem
BRILink melibatkan tiga
pihak
yaitu
para pemilik loket/agen (CA),
penyedia
atau fasilitator teknologi
informasi
(CAA), dan pemilik
fitur
layanan atau biller (BRI).
Ketiga
pihak dalam sistem
BRILink
tersebut
berkolaborasi bersama untuk
mengembangkan
sistem aplikasi yang
dapat
digunakan bersama atau
bebagi
pakai oleh masyarakat luas.
|
Referensi :
Kennedy, PSJ., dan Harefa, AA.
2018. Financial Technology , Regulasi Dan Adaptasi Perbankan Di Indonesia. Volume 3 No.1 2018 : Hal.10
Iga,Lushari
Dwi., 2017. Penggunaan Game
Online Berkategori Causal Sebagai Sarana Pendidikan Literasi Keuangan dan
Pengelolaan Keuangan Mahasiswa
Huwaydi,
Y., Hakim, M, S., 2018. dan Persada, S. F. Analisis
Deskriptif Pengguna Go-Pay di Surabaya. Vol. 7, No. 1 (2018)
2337-3520 : Hal 4
Aryo Nur Utomo, ST, M.Kom. 2017, Rancang Bangun Format Pesan Iso8583 Sistem
Host-To-Host
Untuk Collection Agent Aggregator (Caa)
Pada Kerjasama Brilink Bank Bri. Jurnal Rekayasa Informasi, Vol. 6. No.2, Oktober 2017
: Hal. 63
Pipit Buana Sari dan Handriyani Dwilita. 2018. Prospek Financial
Technology (Fintech) Di Sumatera Utara Dilihat Dari Sisi Literasi Keuangan,
Inklusi Keuangan Dan Kemiskinan. Kajian
Akuntansi PP09-17 : Hal. 17

